Wednesday, January 4, 2006

Batas Absurd

Tembang, rintihan, pesta tawa hingga celotehan memenuhi berbagai sudut ruang. Absurditas yang nyata. Hinggap di sel seluas 5 x 20 terpagar terali besi. Dari balik jeruji, puluhan orang menatap nanar, penuh ketidakpastian. Lainnya, di ruang berbeda, asyik masyuk bermain dengan tingkah pola anak-anak.

Realitas ini terhampar jelas di Panti Sosial Bina Laras, di jalan Kemuning, Cengkareng-Jakarta Barat. Panti sosial seluas tiga hektar itu dihuni sekitar 500 orang penderita gangguan jiwa. Mereka terjaring dan sedang digodok menjadi "manusia" kembali. Butuh waktu panjang, karena sebagian dari mereka tergolong dalam kategori akut. Jiwa yang akut susah ditembus untuk diluruskan ke "jalan yang benar".

Mereka "diberi"residu untuk melihat kembali masa depan kemanusiaan. Menatap dan menjenguk ruang-ruang batin yang telah hilang dalam lajur kehidupan. Menelusuri akal sehat yang tercecer di pinggiran jalan dan meletakkan kembali pada porsi akal sehat itu sendiri.

Mungkin benar paparan Karl Marx:"Bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaannya, melainkan keadaan sosialnyalah yang menentukan kesadarannya". Seperti halnya Spinoza dan Freud, Marx percaya bahwa sebagian besar dari apa yang dipikirkan manusia, secara sadar adalah kesadaran "palsu", yaitu ideologi dan rasionalisasi. Dorongan utama perilaku manusia yang sebenarnya tidak disadari adalah perilaku hewani.

Para penghuni itu, sejatinya ingin menjadi deretan manusia yang berpanduan akal sehat. Tapi seperti "igauan" Karl Marx, keadaan sosial yang membentuk mereka telah menomorduakan akal sehat. Mereka juga kerumunan manusia, sama seperti kita. Bahkan mungkin saja mereka menganggap kita yang diberkahi akal dan jiwa yang sehat ini, sebagai orang yang tak berjiwa, tak waras alias gila.

Mungkin mereka juga tertawa jika melihat "koor" kelompok paduan suara dari sebuah kompleks clubbing misalnya, yang lagu-lagunya mungkin saja membuat mereka berpikiran: "ah.... itu kan kerumunan orang-orang gila..".

Inilah jadinya, jika akal sehat tak menjadi panduan. Dan begitulah hidup, selalu mengalirkan peristiwa tak pasti. Mana akal sehat, dan mana akal tak sehat...

...Selengkapnya...