Thursday, April 12, 2007

SADISME (dibalik) NARSISTIK dan ILUSI KEKUASAAN

Dalam perkembangan instingtual manusia, ada dua titik berbahaya yang apabila tidak terolah, dapat melukai. Narsisisme dan Ilusi kekuasaan. Narsisisme, keberpusatan diri, keasyikan diri atau cita diri. Ilusi Kekuasaan, libido anal untuk mengerdilkan dan menundukkan orang lain.

Dalam mitologi klassik narcissus, Narsisisme bermula dari sebuah danau, ketika "self", untuk pertamakali menangkap dan memahami bayangan diri melalui kejernihan dan keheningan air. Disitu subjek diri menemukan rupanya yang lemah, papah , tidak berdaya, terbungkus dalam kefanaan waktu. Kadang jiwanya bergelora, takut, cemas, dan asing. Makin ia ingin berusaha menjangkau bayangannya, semakin ia mendapat kesia-siaan.

Bagi penganut Freudan, narsisisme bermula ketika libido gagal menempuh dunia eksternalnya. Seperti bumerang, lumpuhnya libido mencari tautan obyektif berbalik menghantam ego-diri. Melumatkan potensi positif dari produktif subyek terhadap dunia luar. Bagi narsisisme, hal yang benar-benar riil adalah tubuhnya, kerabat dekatnya, perabot-perabot kesayangannya. Di luar itu, dunia adalah fiktif. Tidak menarik.

Dalam kehidupan sehari-hari contoh narsisisme dapat dilihat pada orang yang secara bombastis melumuri hampir setiap isi pembicaraan dengan kata "aku". Tidak ada kesempatan lawan bicara untuk berkomentar. Yang dilakukan hanya ketangguhan dirinya, keunggulan dan keberhasilannya, dan bagaimana cara dia mematahkan lawan. Mereka tidak mengenal kata "share".

Tetapi, dibalik pemujaan diri dan kata-kata spektakuler itu, seringkali ia mendapati dirinya hampa, pahit dan tidak bermakna. Yang didapat setelah itu adalah kedengkian, iri dan kesenangan untuk menghancurkan orang lain yang dianggapnya sebagai saingan. Dalam dunia ini hanya dirinya yang boleh ada.

Pada tingkat komunal, narsisisme seringkali dimodifikasi ke dalam kesatuan cinta tanah air, negara, suku, bangsa, agama dan ideologi. Masokisme (penyerahan diri) atau totalitas diri dipasrahkan sepenuhnya kepada pemimpin-pemimpin kharismatik. Yang menggantungi seluruh pakaiannya dengan lencana atau pin-pin penghargaan. Nasionalisme berlindung di balik utopia heroik, yang apabila perasaan narsistik terlukai, ia tidak segan menghabisi kelompok lain. Mereka tidak melihat bahwa persoalan mereka yang paling mendasar adalah kesejahteraan, keadilan, pendidikan dan sumber daya manusia.

Sedangkan Ilusi kekuasaan bermula ketika hierarki sosial, pertumbuhan ekonomi, kemajuan industrialisasi, budaya materialisme memunculkan perkembangan imaji benda. Manusia tidak lagi mencurahkan nilai-nilai dirinya ke dalam benda, tetapi berbalik mencari nilai dan arti hidupnya ke dalam imaji produk-produk massa. Dari substruktur-substruktur itu manusia mulai mempelajari sebuah mata rantai untuk menguasai.

Dari kedua titik genting ini, antara narsistik negatif dan gelembung ilusi kekuasaan ada potensi untuk berbuat keji, dimana tubuh berfungsi sebagai alat ekspresi kesadisan.

Erich Fromm menyebut bahwa esensi sadis adalah hasrat mutlak untuk menguasai orang lain. Kesenangan menyakiti atau melecehkan tanpa memberikan kesempatan kepada korban mempertahankan diri. Seseorang yang merasa memiliki kekuasaan penuh atas orang lain dan menganggap makhluk itu seperti benda miliknya.

Aksi sadisme tidak mempunyai tujuan-tujuan praktis. Ia sublimasi dari rasa tidak berdaya untuk menguasai. Menciptakan kenikmatan terhadap obyek. Membuat korban merasa takut. Esensi tindakan sadisme adalah menimbukan rasa nyeri dan rasa sakit. Yang oleh Freud disebutkan sebagai kombinasi libido dan insting kematian yang disimpangkan kepada pihak lain. Menurutnya, ciri orang sadis hanya tertarik kepada orang yang tidak berdaya. Ia tidak tertarik kepada orang yang lebih kuat darinya. Hanya satu yang dikagumi, Kekuasaan!.

Satu hal yang tidak pernah saya mengerti: Jika manusia dapat meneteskan airmata ketika binatang kesayangannya terluka, mengapa manusia tidak dapat menghalangi keberingasan, bahkan terus saling memburu? Menyenangi hal-hal yang mengerikan?.

...Selengkapnya...