Thursday, December 15, 2005

Kado Untuk Teman


Koran pagi masih mengepul di atas meja. Wartawan itu belum membacanya, dia masih tertidur di kursi setelah seharian dikejar-kejar berita. Seperti biasa, untuk melawan pening ia menepuk keningnya. Lolos dari deadline, ia pun terlelap. Lengkaplah capeknya.

Uban yang letih tanda memutihnya tahun. Entah sudah berapa orang, peristiwa....mmm..berapa ya..., melintasi jalur waktu di kerut wajahnya. Ke suaka ingatan mereka hijrah...

Almarhum bapaknya sebenarnya tidak suka ia susah-susah jadi reporter. Lebih baik jadi artis yang kerjanya diuber-uber wartawan. Ibunya berharap dia jadi dokter, agar dapat merawat tubuhnya sendiri yang sakit-sakitan.

Siang itu, ia bersama teman-teman sekelasnya sedang berlatih mengarang. Sementara kawan-kawannya sibuk bermain kata, ia bengong saja sambil mengigit-gigit pena. Padahal ibu guru sudah bilang berkali-kali, bahwa cara terbaik untuk mulai menulis adalah menulis.

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba terjadi kebakaran. Bu guru dan teman-temannya segera menghambur keluar. Belakangan beredar kabar bahwa gedung sekolahnya sengaja dibakar komplotan perusuh berlagak pahlawan. Saat itu situasi memang sedang rawan, penuh pergolakan.

Tanpa menghiraukan bahaya, bocah bego itu malah sibuk mencari-cari pena yang terjatuh dari meja. Bu guru nekat menyusulnya. Sementara api makin berkobar dan semua panik : jangan-jangan mereka ikut terbakar...

Si anak bengong itu kini sedang lelap. Matanya setengah terbuka. Koran pagi masih mengepul di atas meja....