Sunday, October 28, 2007

Sumpah Pemuda

Setiap tanggal 28 Oktober biasa dikenang oleh rakyat Indonesia dengan Hari Sumpah Pemuda. 79 tahun yang lalu, para pemuda dari seluruh Indonesia berkumpul dan menyatakan sumpah sebagai bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonesia dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Mereka berkumpul, bersatu dan menyatukan suara sebagai bangsa Indonesia dengan dilatar belakangi penderitaan yang sama, sama-sama merasakan pahitnya menjadi bangsa yang terjajah. Pokok utama inilah yang membuat mereka sama-sama merasakan adanya kedekatan emosional, ingin bersama menjadi bangsa merdeka. Karena itu mereka bersatu, karena dengan bersatu mereka menjadi kuat. Cita-cita merekapun akan lebih bisa terpenuhi.

Sumpah Pemuda juga telah bisa membuktikan menjadi pemersatu yang sangat ampuh bagi para pemuda dalam perjuangannya melawan Belanda dan Jepang, bahkan revolusi Agustus 1945 dicetuskan dari berbagai golongan pemuda yang menjunjung tinggi sumpah pemuda.

Permasalahan perbedaan bahasa pun dapat diselesaikan dengan penerimaan para pemuda Indonesia terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu mereka. Tapi sebagai prinsip dasar pejuangan, Sumpah Pemuda bukannya tanpa cacat. Ini bisa dilihat dari saripati yang dihasilkan oleh Sumpah Pemuda yang lebih menonjolkan satu prinsip, yaitu persatuan saja. Misalnya slogan yang didengar sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, itu adalah slogan yang sangat menonjolkan prinsip persatuan. Padahal, persatuan sebagai slogan bangsa belumlah cukup menjadi perekat kuat pada suatu bangsa. Adanya persatuan bukan berarti menghilangkan skema tentang unsur hierarki sosial atau stratifikasi, karena persatuan bukanlah kesetaraan. Persatuan belum tentu menghilangkan skema tentang golongan atas dan bawah. Tidak adanya kesetaraan tentunya akan berdampak pula terhadap kehidupan berpolitik, toleransi atau intoleransi.

Ini akan jelas terlihat ketika kemerdekaan telah sama-sama direbut. Tiap golongan yang merasa berkonsep paling benar akan memaksakan konsepnya supaya dijalankan oleh pemerintahan yang baru. Kalau kita mau melihat ke belakang , sebenarnya sebelum dan sesudah Sumpah Pemuda dikumandangkan, konsep tentang negara Indonesia terpecah setidaknya menjadi dua kubu besar, yaitu dari golongan nasionalis Islam yang diusung oleh Partai Sarekat islam ( PSI ) dan golongan nasionalis sekuler yang diusung oleh Partai Nasional Indonesia ( PNI) di bawah pimpinan Soekarno.

Golongan nasionalis Islam menghendaki negara Islam dan memakai Islam sebagai undang-undangnya. Sedangkan golongan nasionalis sekuler menghendaki negara Pancasila. Bagi golongan nasionalis Islam, konsep tentang negara Islam sudah menjadi keinginan yang tertanam sejak lama. Apalagi, wilayah jajahan Belanda adalah wilayah yang mayoritas penduduknya muslim. Pendapat mereka waktu itu, kalau Indonesia merdeka tentu hukum-hukum Islam pun akan berlaku. Oleh karenanya yang dipentingkan pemimpin-pemimpin Islam saat itu bukanlah negara yang berdasarkan Islam, tetapi kemerdekaaan Indonesia. Meski pun tujuan utama dari kubu ini adalah negara Islam, namun tujuan menggapai kemerdekaan adalah menciptakan prinsip hukum yang berdasarkan Islam.

Pertentangan di antara kedua golongan itu tidak dapat dihindari. Sempat tercapai kesepakatan berupa Piagam Jakarta yang berisi tentang penerimaan golongan nasionalis Islam pada Pancasila yang akan dibentuk di dalamnya ditambahkan satu ketentuan mengenai umat Islam. Namun, kesepakatan itu tidak dibacakan oleh golongan nasionalis sekuler, sehingga pertentangan dua golongan kembali terjadi dan ada sampai saat ini.

Buruknya lagi, pertentangan yang hadir saat ini bukan hanya berasal dari konsep bernegara, bahkan juga pertikaian antar etnik, agama dan suku. Prinsip persatuan yang telah dilekatkan sejak Sumpah Pemuda pada 79 tahun yang lalu sepertinya kian pudar dan makin terkikis. Permusuhan dan perpecahan sesama bangsa sendiri mulai tampak begitu membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Apakah ini pertanda bahwa semangat Sumpah Pemuda sudah tidak bisa lagi menjadi simbol persatuan?. Dulu, Sumpah Pemuda bisa menjadi simbol persatuan karena saat itu hanya dengan bersatulah bangsa Indonesia dapat bebas dari penjajahan, dan hal itu memang terbukti. Kini setelah musuh bersama itu lenyap, perjuangan bersama pun kian memudar. Padahal musuh bersama itu akan selalu saja muncul dengan kostum yang berbeda.

Seharusnya, untuk generasi muda saat ini, Sumpah Pemuda sebagai simbol persatuan bukan malah ditinggalkan dan dilupakan. Tapi apa yang telah diusung oleh generasi sebelumnya ditambahkan sesuatu yang kurang darinya, sehingga Sumpah Pemuda yang dulunya hanya menonjolkan persatuannya saja kini menjadi Sumpah Pemuda satu nusa, satu bangsa, satu bahasa yang bertoleransi terhadap pluralisme dan yang menghargai kebebasan hak.

Dengan demikian, Sumpah Pemuda tidak kembali berulang dari awal, tetapi menjadi dialektika yang berkelanjutan. Permasalahan disintegrasi bangsa yang ada saat ini pun dapat kembali bersatu lewat semangat Sumpah Pemuda yang baru dan segar.